Kamis, 06 Maret 2014

Filled Under:

Ada Harapan dalam menuntut ILMU

Bismillah…. Sebagaimana kita ketahui bahwa menuntut ilmu adalah termasuk diantara amalan yang paling utama, sebagaimana ucapan Imam Ahmad: (العلم لا يعدله شيء لمن صحّت نيته) Tidak ada yang menandingi keutamaan (menuntut) ilmu, bagi siapa yang benar niatnya.


Oleh karenanya, ada baiknya kita merenungi anjuran dan nasehat berikut ini, semoga banyak manfaatnya, terutama bagi penulis, umumnya bagi para pembaca yang budiman, amin. Di sini penulis akan menyampaikan beberapa poin:

Pertama: Hendaklah dalam menuntut ilmu, kita niatkan untuk menghilangkan kebodohan dari diri kita dan orang lain. sebagaimana ucapan Imam Ahmad:  ”Niat yang benar dalam menuntut ilmu adalah dengan meniatkannya untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan orang lain.”


Kedua: Hendaklah kita niatkan untuk  menta’ati   perintah Alloh dan Rosul -shollallohu alaihi wasallam-. Yaitu perintah Alloh dalam firman-Nya: (فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ) ketahuilah bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Alloh. Bahkan Alloh juga memotivasi kita untuk menuntut ilmu, yaitu dalam firman-Nya (يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ) Alloh akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan diberi ilmu dengan beberapa derajat. Dalam Ayat lain Alloh berfirman:  (هل يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ) apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu?!


Tidak hanya itu, Nabi -shollallohu alaihi wasallam- juga memotivasi kita dalam menuntut ilmu dalam beberapa haditsnya, diantaranya:


عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال، قال رسول الله  ج: طلب العلم فريضة على كل مسلم (رواه ابن ماجه وصححه الألباني)ـ


Menuntut ilmu itu kewajiban bagi setiap muslim (mukallaf)


عن أبي الدرداء: سمعت رسول الله  صلى الله عليه وسلم يقول: من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له طريقا إلى الجنة، وإن الملائكة لتضع أجنحتها رضا لطالب العلم، وإن طالب العلم يستغفر له من في السماء والأرض حتى الحيتان في الماء، وإن فضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب، إن العلماء هم ورثة الأنبياء، إن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما، إنما ورثوا العلم، فمن أخذه أخذ بحظ وافر (رواه الترمذي وأبو داود وابن ماجه، وصححه الألباني)ـ


Subhanalloh..!! dalam hadits ini, tidak tanggung-tanggung  Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- menyebutkan lima keutamaan sekaligus bagi para penuntut ilmu:


(1) Barangsiapa menyusuri jalan untuk menuntut ilmu, maka Alloh akan mudahkan baginya jalan menuju jannah. (2) Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya, karena senang dengan penuntut ilmu. (3) Sesungguhnya seluruh makhluk, baik yang di bumi maupun yang di langit, sampai ikan yang hidup di air, memintakan maghfiroh untuk penuntut ilmu. (4) Sesungguhnya seorang yang berilmu lebih utama dibanding orang yang ahli ibadah, sebagaimana keutamaan bulan atas bintang-bintang. (5) Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi, dan mereka tidak mewariskan harta dunia, melainkan mewariskan ilmu, maka barangsiapa mendapatkannya niscaya ia mendapatkan bagian yang agung.


Maka beruntunglah orang yang meluangkan waktunya untuk menuntut ilmu, dan hendaklah kita mengingat terus keutamaan dan busyro (kabar gembira) dari Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam-ini, agar selalu ada semangat dalam menuntut ilmu-ilmu syariat.


Ketiga: Hendaklah tujuan kita dalam belajar adalah untuk menjaga syariat ini, kita tentunya ingat firman Alloh:


(إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون)


sesungguhnya aku telah menurunkan Alqur’an dan sungguh aku pula yang akan menjaganya.


Karena Alloh akan terus menjaga Alqur’an, berarti Alloh juga akan menjaga sarana pendukungnya, yaitu ilmu syari’at, dan dengan ilmu syariat inilah Islam akan terjaga kemurniannya. Untuk menjaga agama ini, Alloh akan pilih hamba-hambanya yang pantas untuk mengemban tugas mulia ini…


Oleh karena itu hendaklah kita berusaha semaksimal mungkin agar termasuk dalam golongan penjaga agama ini, diantara usaha kita adalah dengan menuntut ilmu.


Keempat: Hendaklah kita ingat terus, bahwa kita belajar ilmu adalah untuk kita amalkan. Jadikanlah itu sebagai pedoman tetap dalam menuntut ilmu. Dan perhatikanlah… apabila ilmu itu membuahkan banyak amalan maka tekunilah… sebaliknya apabila ilmu itu hanya sebatas teori saja, maka tinggalkanlah…


Itulah yang diisyaratkan Alloh ـ dalam firmanya:


إنما يخشى الله من عباده العلماء


Sesungguhnya ulama yang sejati adalah mereka yang takut kepada Alloh.


Kelima: Ingat pula bahwa ilmu adalah cahaya Alloh, dan cahaya tersebut tak akan diberikan kepada orang yang banyak dosa dan maksiat. Sebagaimana perkataan imam malik yang sangat masyhur kepada Imam syafi’i:


(إن العلم نور ونور الله لا يعطى لعاصي)


Ilmu itu cahaya, dan cahaya Alloh tak akan diberikan kepada pelaku kemaksiatan


Juga perkataan imam adz-dzahaby:


(العلم ليس هو بكثرة الرواية، ولكنه نور يقذفه الله في القلب، وشرطه الاتباع، والفرار من الهوى والابتداع)


ilmu itu bukanlah dengan banyaknya (mengumpulkan) riwayat, akan tetapi ia adalah cahaya yang Alloh lemparkan ke dalam hati, yang syaratnya adalah dengan mengikuti sunnah serta menjauhi hawa nafsu dan bid’ah.


Keenam: Ingatlah selalu bahwa menuntut ilmu itu harus sedikit demi sedikit. Sebagaimana diisyaratkan oleh firman Alloh ـ:


(وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ)


Kaum kuffar mengatakan: “Mengapa Alqur’an itu tidak diturunkan kepada Muhammad dengan sekaligus?!” Demikianlah (kami turunkan berangsur-angsur) agar kami meneguhkan hatimu (Muhammad) dengannya.


Sebagaimana disebutkan pula oleh para ulama, bahwa (من رام العلم جملة ذهب عنه جملة) Barangsiapa mengambil ilmu dengan sekaligus, maka ia akan hilang dengan sekaligus pula.


Ketujuh: Ingatlah menuntut ilmu itu butuh perjuangan. (من أعطى العلم كله أعطاه بعضه) Barangsiapa memberikan semuanya kepada ilmu, maka ilmu itu hanya akan memberikan sebagiannya saja.


Diantara contoh keteladanan salaf dalam perjuangan mereka ketika menuntut ilmu adalah:


Imam Bukhori,  dalam salah satu safarnya terpaksa makan rumput, karena perbekalannya habis. (disebutkan oleh Ibnu hajar dalam muqoddimah fathul bari dan tajuddin assubky dalam thobaqot syafi’iyyah)

Kisah Baqiy ibnu Makhlad al-Andalusy dengan Imam Ahmad, ketika dia safar dari andalus sampai ke bagdad dengan jalan kaki, dengan tujuan utama mengambil ilmu dari Imam ahmad.


Kedelapan: Hendaklah sebagai penuntut ilmu, kita berakhlak dengan ilmu, baik dalam hal ibadah (hubungan kita kepada Alloh), maupun dalam hal muamalah (hubungan kita kepada sesama), tentunya tidak asing bagi kita sabda Rosul -shollallohu alaihi wasallam- (أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا) orang mukmin yang paling sempurna adalah mereka yang paling baik akhlaknya.


Tidak sepantasnya penuntut ilmu sombong dengan ilmunya, misalnya dengan mengatakan: aku lebih mulia darinya, aku berada beberapa derajat di atasnya, aku lebih berhak untuk di muliakan…. dst. Karena itu merupakan tanda-tanda bahwa sifat ujub telah merasukinya… ingatlah bahwa orang akan lebih respek dengan orang yang akhlaknya bagus meskipun ilmunya sedikit, dari pada orang yang banyak ilmu tapi miskin akhlak… oleh karena itu sering kita dapati kebatilan lebih mudah diterima masyarakat karena dihias dengan akhlak, sebaliknya al-haq (suatu kebenaran) dicibir, diusir dan dibuang karena buruknya akhlak. Maka sebagai pembawa kebenaran hendaklah kita berakhlak mulia, agar dakwah kita mudah diterima oleh masyarakat.


(لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة)  (وإنك لعلى خلق عظيم)  (وقال عائشة: كان خلقه القرآن)


Salah seorang masyayikh mengatakan… janganlah kita menambah berat sesuatu yang sudah berat, al-haq adalah sesuatu yang berat, maka janganlah kita menambahnya berat dengan metode dakwah yang bertentangan dengan nilai-nilai akhlak yang mulia.


Yang terakhir: jauhkanlah diri kita dari rasa dengki dan hasad, karena itu adalah perbuatan yang sia-sia. Hasad tidak akan menghalangi sampainya nikmat yang Alloh berikan kepada orang yang kita hasati, (اللهم لا مانع لما أعطيت) , ya Alloh tiada yang bisa menghalangi pemberianmu. Hasad juga tidak akan menjadikan nikmat tersebut berpindah kepadanya, (ولا معطي لما منعت) , tidak ada yang dapat memberi apa yang engkau halangi. Bahkan hasad hanya akan mendatangkan musibah bagi dirinya, menjadikannya tersiksa lahir dan batin, ia tidak akan bisa bahagia dan bersyukur, karena ia akan selalu memandang kenikmatan yang didapatkan orang lain, jauh lain lebih banyak dibanding dengan kenikmatan yang ia dapatkan…


Mungkin ada yang bertanya, lalu kenapa Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- membolehkan kita hasad?! Yaitu dalam sabdanya:


عن ابن عمر رضي الله عنهما، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا حسد إلا في اثنتين، رجل آتاه الله القرآن فهو يقوم به آناء الليل وآناء النهار، ورجل آتاه الله مالا فهو ينفقه آناء الليل وآناء النهار (متفق عليه)ـ


Tidak boleh hasad kecuali kepada dua orang, (1) orang yang dikaruniai hafalan Alqur’an dan ia bisa memanfaatkannya di sepanjang siang dan malamnya, (2) orang yang dikaruniai harta, dan ia bisa menafkahkannya di sepanjang siang dan malamnya.


Jawabannya: sebagaimana perkataan para ulama, bahwa yang dimaksud dengan hasad di dalam hadits ini adalah: apa yang kita kenal dengan ghibtoh, yaitu: keinginan untuk mendapatkan apa yang orang lain dapatkan, tanpa ingin menghilangkan kenikmatan tersebut darinya.


Itulah beberapa catatan penting, yang hendaknya kita selalu hadirkan ketika kita belajar dan menghadiri kajian ilmu syar’i. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat, dan bisa menjadi pemompa semangat dalam menuntut ilmu syar’i, amin.


اللهم ارزقنا علما نافعا، وعملا صالحا، اللهم اهدنن لأحسن الأخلاق، لا يهدي لأحسنها إلا أنت، واصرف عنا سيئها، لا يصرف عنا سيئها إلا أنت

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 نادية الخلوية.